Tolak Revisi UU MD3, PMII Geruduk DPRD
PATI- Puluhan massa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kabupaten Pati menggelar aksi demonstrasi pada Senin (5/3) kemarin. Mereka mendatangi kantor DPRD untuk meminta pimpinan DPRD agar ikut menyatakan sikap secara resmi untuk menolak Revisi UU MD3 yang diusulkan oleh mayoritas fraksi di DPR RI.
Selain memblokir jalan Tombronegoro, massa aksi dari sejumlah kampus tersebut juga bergantian berorasi menyatakan penolakan terhadap revisi UU MD3 yang mereka anggap memberikan imunitas berlebihan kepada anggota parlemen. Mereka juga menggelar pertunjukan teatrikal menggotong keranda mayat sebagai gambaran kematian demokrasi.
Ketua Cabang PMII Kabupaten Pati, Mochammad Sutrisno, mengatakan bahwa seperti yang ia janjikan, ia menggelar aksi demonstrasi untuk meminta ketegasan sikap pimpinan DPRD Kabupaten Pati untuk turut menolak Revisi UU MD3 yang menurutnya mematikan supremasi rakyat sebagai kedaulatan tertinggi. Hal itu ditunjukkan dengan adanya poin-poin yang memberikan keistimewaan hak bahkan cenderung kebal hukum.
Ia menilai hasil revisi UU MD3 tersebut tidak seasai dengan prinsip kesetaraan di mata hukum. "UU MD3 mencederai partisipasi rakyat sebagai kontrol kekuasaan. Membuat demokrasi yany sudah dibangun dengan keringat dan darah hancur dalam beberapa saat. Maka kami meminta agar pimpinan DPRD Pati, jika masih mengaku wakil rakyat seharusnya juga menolak kebijakan tak masuk akal ini" paparnya.
Ia mengatakan, ada tiga pasal dalam undang-undang tersebut justru menguatkan posisi anggota dewan dan menjadikannya kebal terhadap hukum. Diantaranya adalah hak imunitas terhadap anggota DPR yang tertuang dalam pasal 245 yang berbunyi “UU ini membuat pemanggilan anggota DPR jika terlibat pidana harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Ini sangat tak masuk akal," lantangnya.
Ia menyinggung bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) juga diisi oleh anggota DPR. Pasal tersebut berpotensi mempersulit upaya penegakan hukum jika anggota DPR berindikasi melakukan tindak pidana seperti korupsi maupun lainnya. "Pasal 73 ayat 4 yang berbunyi DPR dapat melakukan pemanggilan paksa jika pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat menggunakan aparat kepolisian. Ini benar-benar sudah keterlaluan," imbuhnya.
Setelah berorasi selama satu hal lebih diluar gedung, perwakilan massa aksi kemudian dipersilahkan masuk untuk bertemu dengan dua anggota DPRD, yakni Adji Sudarmaji dari Komisi A dan Didin Hasanuddin dari Komisi Komisi E. "Kami kecewa, pimpinan DPRD tak ada ditempat. Kami mempertanyakan keberpihakan mereka kepada rakyat soal ini, kami akan datang lagi," tutup Sutrisno. (Ahwan)
EmoticonEmoticon