Judul buku : DEHARMONIE
Penulis : Yanti
Soeparmo
Penerbit : Laksana (Jogjakarta)
Cetakan : Pertama,
Maret 2011
Tebal : x+ 384
halaman
Antara
Eropa dan Pribumi
Yanti soeparmo telah menyajikan subuah novel dengan cerita yang
menarik untuk dibaca. Novel “DEHARMONIE” yang ia lahirkan menceritakan subuah
cinta yang dibalut dengan nuansa perjuangan atas ketidak adilan dan
kesewenang-wenangan pemerintah colonial Belanda. Dia mampu membubuhkan fakta
sejarah dalam novel tersebut. Dan begitulah keunikan tulisan yang digubah oleh
seorang penulis yang memulai karir menulisnya sejak menjadi wartawan di HU Mandala.
“DEHARMONIE” bercerita tentang kisah kasih antara darah Eropa
dengan darah pribumi Hindia (Indonesia). Rafa yang memiliki nama lengkap Rafael
Van Den Berg menjadi tokoh utama dalam karya tersebut. Lahir sebagai keturunan
Belanda berdarah Eropa, ia kecil dan besar di Batavia. Menjadi dokter di CBZ[1] (Central Bergelijk Ziekenhuis) adalah
pekerjaannya. Sebelum menjadi dokter di CBZ
Rafa merupakan dokter militer angkatan darat berpangkat letnan satu
(hal. 9). Keinginannya menjadi dokter adalah untuk menyelamatkan sebanyak
mungkin wanita hamil, supaya bisa melahirkan dengan selamat dan bayinyapun
selamat. (hal. 60)
Rafa merupakan putera dari Leonard Van Den Berg. Rafa kecil diasuh
oleh Bi Irah, seorang pendatang dari Garut yang dibayar bapaknya. Sedangkan ibunya
telah meninggal pada saat melahirkannya. Dari lahir tanpa kasih sayang sang ibu,
Rafa menganggap Bi Irah seperti ibunya sendiri. Sampai usia 8 tahun Bi Irah
pergi meninggalkan Rafa karena harus balik ke kampung halaman untuk merawat
orang tuanya yang sakit. Semenjak perpisahan itu, Rafa baru bertemu lagi dengan
Bi Irah waktu bertugas di Leles Garut, itupun karena ia menyempatkan untuk
berkunjung ke rumah Bi Irah.
Tokoh kedua adalah istri Rafa, namanya Salmah tetapi Rafa sering
memanggilnya Salma (tidak pakai “H” ). Ia berasal dari Garut daerah Leles, dan
asli pribumi, bukan Eropa ataupun keturunan. Bertemu dengan Rafa pertama kali
saat di rumah Bi Irah, pada saat membawa keponakannya berobat kepada Rafa. Dan
dari situlah kisah cinta antara Belanda dengan inlanders[2]
bermula. (hal. 93)
Awal kisah cinta mereka sempat terhalang oleh orang tua Salmah yang
menolak lamaran Rafa. Alasan ditolaknya lamaran karena Rafa tidak sebagai
Muslim. Setelah berfikir panjang kali lebar demi memperjuangkan cintanya kepada
Salmah akhirnya Rafa masuk Islam dengan bantuan Ustad Haji Hasan Arif. Karena
syarat yang diberikan oleh bapaknya salma telah terpenuhi akhirnya merekapun
menikah dengan cara Islam. (hal. 127)
Bahtera rumah tangga merekapun berlayar, dinahkodai laki-laki
berdarah Eropa dengan sang istri berdarah pribumi. Diawal pernikahan mereka,
Rafa merasakan adanya tekanan yang dikarenakan
ibu Salmah kurang begitu sepakat atas pernikahan mereka. Namun setelah Salmah
mengandung, hubungan Rafa dengan ibu mertuanya berangsur membaik.
Sampai suatu ketika, ada insiden penyerangan oleh tentara Hindia
Belanda di Pondok Haji hasan Arif yang dianggap sebagai anggota SI (sarekat
Islam) pada saat perayaan pernikahan anaknya. Penyerangan dilakukan dengan
alasan karena adanya penolakan oleh Haji Hasan Arif untuk menjual padi hasil
panennya kepada pemerintah Hindia Belanda. Dalam insiden itu, Haji Hasan Arif
tewas tertembak, bapak mertua Rafa yang turut hadir dalam acara pernikahan
tersebut juga tewas tertembak. Salma dan ibunya selamat, namun semenjak
peristiwa itu mereka meninggalkan Leles tanpa sepengetahuan Rafa. Sedangkan
Rafa sendiri tidak turut hadir pesta pernikahan yang berujung menjadi peristiwa
berdarah tersebut, karena Rafa disekap dan dibuang terlebih dahulu oleh tentara.
Sejak peritiwa itulah Rafa dan Isterinya berpisah. (hal. 152)
Selain menceritakan kisah cinta, “DEHARMONIE” juga mengungkapkan
beberapa fakta sejarah pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Seperti yang di
halaman 121, menjelaskan bahwa Sarekat Islam didirikan pada 1911 oleh R.M. Tirto
Adisoeryo yang merupakan wartawan dan Haji Samanhoedi yang seorang saudagar
batik. Novel tersebut berlatar pada masa
pemerintahan Hindia Belanda. Dimana kehidupan pribumi masih dipandang sangatlah
rendah oleh penguasa yang dari Eropa. Dan juga dinovel tersebut dijelaskan bagaimana
kekejaman pemerintah dalam menjalankan sistem tanam paksa. Pada halaman 129-130;
paska perang perang dunia 1 (1914-1918) beberapa Negara Fasis, seperti Jerman, Italia
dan Jepang mulai unjuk kekuatan militer, bahkan melakukan ekspansi diwilayah Negara
lain. Melihat Jepang yang sudah mampu menguasai wilayah semenanjung Korea, pihak
militer Hindia Belanda mulai ada kekhawatiran akan adanya serangan Jepang ke
Hindia, maka demikian perlu adanya persiapan untuk mengantisipasi terjadinya
perang. Salah satu programnya adalah dengan menyiapkan cadangan pangan militer.
Wilayah Garut yang terkenal subur diwajibkan menanam padi, jika ada tanaman
lain yang subur harus diganti dengan padi, dengan ketentuan sebagian hasil
panen harus dijual kepada pemerintah dengan harga murah. Padahal pada waktu itu
banyak masyarakat yang menanam tembakau, karena menolak untuk menanam padi
banyak tanaman penduduk yang dibabat paksa oleh tentara Hindia.
Itulah sedikit tentang buku yang berjudul “DEHARMONIE”. Sangat cocok
untuk bacaan bagi generasi muda untuk membangun sebuah karakter cinta dan untuk
menambah pengetahuan tentang masa lalu bangsa Indonesia. Bangsa yang besar
adalah bangsa yang kenal sejarah bangsanya. “Jas Merah” jangan sekali-kali
melupakan sejarah. (Ir. Soekarno)
Tidak ada kebahagiaan tanpa perjuangan. Tidak ada kemerdekaan tanpa
penderitaan. Semua akan indah jika kita mau berjuang dan berusaha serta tidak
takut menderita. Seperti itulah kiranya pesan yang ditangkap dari “DEHARMONIE”.
Untuk lebih jelasnya baca sendiri bukunya!
Peresensi : Ahmad Rifa’i (Lek Rifa’i)
Alamat : Sitimulyo, Pucakwangi, Pati
Status : Mahasiswa di STAI Pati
Kontak : ahmadcahsobo@gmail.com, 0853-2899-3953
(WA)
EmoticonEmoticon